Minggu, 21 Oktober 2007

FRAUD DIDUNIA IT

Mas Wigrantoro Roes Setiyadi, Country Coordinator GIPI-Indonesia, mendefinisikan beberapa hal yang menyangkut penipuan melalui Internet ini.
Pertama, penipuan terhadap institusi keuangan, termasuk dalam kategori ini antara lain penipuan dengan modus menggunakan alat pembayaran, seperti kartu kredit dan atau kartu debit dengan cara berbelanja melalui Internet. Penipuan terhadap institusi keuangan biasanya diawali dengan pencurian identitas pribadi atau informasi tentang seseorang, seperti nomor kartu kredit, tanggal lahir, nomor KTP, PIN, password, dan lain–lain.
Kedua, penipuan menggunakan kedok permainan (Gaming Fraud), termasuk dalam kategori ini adalah tebakan pacuan kuda secara online, judi Internet, tebakan hasil pertandingan oleh raga, dan lain-lain.
Ketiga, penipuan dengan kedok penawaran transaksi bisnis, penipuan kategori ini dapat dilakukan oleh dua belah pihak; pengusaha dan individu. Umumnya dalam bentuk penawaran investasi atau jual beli barang/jasa.
Keempat, penipuan terhadap instansi pemerintah, termasuk dalam kategori ini adalah penipuan pajak, penipuan dalam proses e-procurement dan layanan e-government, baik yang dilakukan oleh anggota masyarakat kepada pemerintah maupun oleh aparat birokrasi kepada rakyat.
Brata Mandala, dari Badan Reserse Kriminal Polri Direktorat II Ekonomi dan Khusus Mabes Polri, mengategorikan modus operandi cybercrime ini dalam dua hal. Pertama, kejahatan umum dan terorisme yang difasilitasi oleh Internet. Ini terdiri dari Carding (creditcard fraud), Bank Offences, e-Mail threats, dan Terorisme.
Kedua, penyerangan terhadap computer networks, Internet as a tools and target, yang meliputi DDoS Attack, Cracking/Deface, Phreaking, Worm/Virus/Attack, dan Massive attack/cyber terror.
Lebih lanjut, Mandala mengarakteristikkan cybercrime ini di antaranya, bahwa modal untuk menyerang relatif sangat murah. Sebuah serangan yang sangat besar/luas, namun cukup dilakukan dengan menggunakan komputer dan modem yang sederhana. Dapat dilakukan oleh setiap individu, tidak perlu personil/unit yang besar. Risiko bagi yang ditangkap (being apprehended) rendah. Sangat sulit melokalisir tersangka, bahkan kadang-kadang tidak menyadari kalau sedang diserang. Tidak ada batasan waktu dan tempat, sangat memungkinkan untuk diserang kapan saja (setiap saat) dan dari mana saja. Kerugian sangat besar/mahal dan meluas apabila serangan tersebut berhasil.
“Di Indonesia, pada tahun 2002, kejahatan umum dan terorisme yang difasilitasi oleh Internet sebanyak 159 kasus yang dilaporkan, 15 di antaranya kini tengah dalam proses pengadilan dan 2 sudah ada di pengadilan. Sementara untuk penyerangan terhadap komputer, ada 7 kasus yang dilaporkan,” tegas Mandala seraya menyangkal data ClearCommerce.com. Baginya, data itu masih simpang siur. “Kalau saya lihat laporan dari Amerika yang menempati urutan kedua itu kartu kredit biasa, bukan di cyber,” tambahnya.


Kesimpulannya:
Fraud adalah sebuah kecurangaan dan bisa juga disebut kejahatan didunia IT, karna dari kecurangan tersebut dapat merugikan orang lain dan merugikan orang lain itu termasuk kejahatan, jadi bagi orang yang melakukan fraud harus dihukum dan harus ada undang-undang tentang fraud.
Banyak kecurangan yang tejadi dalam satu tahun belakangan ini seperti yang disebutkan diatas tadi, dan untuk menanggulanginya hukum atau undang-undang tentang kejahatan harus dapat ditegakan agar para pelaku dapat dituntuk dan tidak lagi merugikan orang lain.

PENTINGNYA PENGAKUAN HASIL DIDIK

Memang kita sebagai calon sarjana IT kita perlu mempunyai lembaga yang dapat menyatukan para lulusan dibidang IT agar dapat membagi pengalaman, pengengetahuan,dan perlindungan.

Badan perlindungan Bagi lulusan sarjana IT perlu dibuat, dan di publikasikan secara luas agar dapat diketahui oleh para lulusan sarjana IT, dan dengan mudah dapat masuk kedalam badan tersebut.

Apabila ada badan tersubut maka para sarjana IT dituntut agar dapat mempertanggung jawabkan gelar sarjananya tersebut serta dapat membedakan para professional IT, dan apabila ada badan tersebut para sarjana IT dapat diakui oleh perusahaan-perusahaan dan perusahaan-perusahaan itu dapat membedakan lulusan IT yang professional dengan professional IT yang tidak memiliki lembaga perlindungan, sehingga pekerjaannya tidak dapat dipertanggung jawabkan hasil pekerjaannya. Maka kita sebagai calon sarjana dibidang IT agar dapat mendirikan badan perlindungan bagi sarjana IT, dan dapat mengembangkan badan (lembaga) tersebut.